Senin, 08 April 2013

Budaya,kerativitas dan inovasi



Budaya organisasi sangatlah penting bagi spesialis HR dalam memahami konsep budaya organisasi. Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya  itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi
Dalam buku Handbook of Human Resource Management Practice oleh Michael Armstrong pada tahun 2009, budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.
Pengertian di atas menekankan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memahami apa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Namun, kebudayaan dapat menjadi pengaruh yang signifikan pada perilaku seseorang. Berikut adalah beberapa pengertian dari budaya organisasi:
·         Budaya organisasi mengacu pada hubungan yang unik dari norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan cara berperilaku yang menjadi ciri bagaimana kelompok dan individu dalam menyelesaikan sesuatu.
·         Budaya merupakan sistem aturan informal yang menjelaskan bagaimana seseorang berperilaku dalam sebagian besar waktunya.
·         Budaya Organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan dalam  berperilaku dalam organisasi. Dimana akan diturunkan kepada anggota baru sebagai cara bagaimana melihat, berpikir, dan merasa dalam organisasi.
·         Budaya adalah keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dipegang dan ada dalam sebuah organisasi.
Budaya itu sulit untuk didefinisikan karena memiliki struktur yang multidimensi dengan komponen yang berbeda pada setiap tingkat. Budaya juga bersifat dinamis dan selalu berubah dan menjadi relatif stabil pada jangka waktu yang singkat. Perlu waktu dalam merubah suatu budaya terutama dalam budaya organisasi.
Budaya merupakan alat perekat sosial dan menghasilkan kedekatan, sehingga dapat memperkecil diferensiasi dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi juga memberikan makna bersama sebagai dasar dalam berkomunikasi dan memberikan rasa saling pengertian. Jika fungsi budaya ini tidak dilakukan dengan baik, maka budaya secara signifikan dapat mengurangi efisiensi organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi - Manusia adalah makhluk yang berbudaya, setiap aktifitasnya mencerminkan sistem kebudayaan yang berintegrasi dengan dirinya, baik cara berpikir, memandang sebuah permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli- Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran, 2004 : 134) diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.

Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi
Menurut Robbins  (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya

Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut

Tingkatan Budaya Organisasi 
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :

1.    Artefak 
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi

2.    Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi

3.    Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka

Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196)dalam studinya yang melanjutkan penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu

1)    Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi

2)    Perspektif
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.

3)    Nilai
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya
4)    Asumsi
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai 


Fungsi Budaya Organisasi

Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
  1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
  2. Sebagai pengikat suatu masyarakat
  3. Sebagai sumber
  4. Sebagai kekuatan penggerak
  5. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
  6. Sebagai pola perilaku
  7. Sebagai warisan
  8. Sebagai pengganti formalisasi
  9. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
  10. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Sedangkan menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :
  1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
  2. Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
  3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen
  4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
Membangun dan Membina Budaya Organisasi

Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ini membawa kita kepada sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi. Menurut Robbins (1999: 296) Budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi antara 
  1. Bias dan asumsi pendirinya
  2. Apa yang telah dipelajari oleh para anggota pertama     organisasi, yang dipekerjakan oleh pendiri
Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut : (Nimran ,  2004: 137)
  1. seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru
  2. pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri
  3. kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya
  4. orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama
Begitu juga Nimran (2004: 138) menulis bahwa pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut :
  1. seleksi pegawai yang obyektif
  2. penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan bidangnya (the right man on the place)
  3. perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
  4. pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
  5. penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
  6. cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan
  7. pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi
Hafidhuddin et. al (2003:60) menyebutkan  bahwa, pencipta budaya adalah seorang pemimpin . Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan misi tertentu yang kemudian disebarkan ke bawahannya lalu menjadi kebiasaan-kebiasaan dan pada akhirnya hal ini menjadi budaya, Rasulullah SAW memandang orang lain sebagai manusia yang seutuhnya artinya bahwa Rasulullah tidak membeda-bedakan derajat seseorang, meskipun itu bawahan, misalnya : Rasulullah menganggap pambantu rumah tangga beliau sebagai saudara, implikasinya apa yang dimakan oleh pembantu sama dengan apa yang dimakan oleh Rasulullah begitu pula yang dipakai. Jika setiap pemimpin perusahaan melakukan hal yang sama, maka hasilnya akan lebih baik, karena jika suasana kerja sudah terbentuk dengan suasana yang kondusif maka karyawan akan lebih menikmati pekerjannya, kemudian muncul kreatifitas-kreatifitasnya.

Sikap Rasulullah yang penyayang berdasarkan pada Al-Qur’an surat Ali-Imran :159

Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dsari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mareka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabiila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Tipologi budaya organisasi
Beberapa metode telah digunakan untuk mengklasifikasikan budaya organisasi.Ada yang
dijelaskan di bawah ini:

Hofstede (1980) menunjukkan bahwa ada budaya nasional dan regional kelompok yang mempengaruhi perilaku organisasi. Hofstede mencari perbedaan nasional antara lebih dari 100.000 karyawan IBM di berbagai belahan dunia, dalam upaya untuk menemukan aspek budaya yang mungkin mempengaruhi perilaku bisnis. Hofstede mengidentifikasi empat defenisi budaya dalam studinya tentang pengaruh nasional:
·         Power jarak Tingkat dimana masyarakat mengharapkan ada akan perbedaan tingkat kekuasaan. Sebuah nilai yang rendah mencerminkan pandangan bahwa semua orang harus memiliki hak yang sama.
·         Ketidakpastian menghindari mencerminkan sejauh mana masyarakat menerima ketidakpastian dan risiko.
·         Individualisme vs kolektivisme – individual adalah kontras dengan kolektivisme , dan mengacu pada sejauh mana orang diharapkan untuk berdiri sendiri, atau alternatif bertindak dominan sebagai anggota kelompok atau organisasi.Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa individualisme yang tinggi belum tentu berarti kolektivisme yang rendah, dan sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa kedua konsep ini sebenarnya tidak berhubungan. Beberapa orang dan budaya mungkin memiliki keduanya individualisme tinggi dan kolektivisme tinggi, misalnya.Seseorang yang sangat menghargai tugas ke grup nya tidak selalu memberikan prioritas yang rendah untuk kebebasan pribadi dan swasembada
·         Maskulinisme vs feiminisme mengacu pada nilai ditempatkan pada laki-laki atau perempuan nilai-nilai tradisional.Male nilai misalnya termasuk daya saing, ketegasan, ambisi, dan akumulasi harta kekayaan dan materi.

Deal dan Kennedy mendefinisikan budaya organisasi sebagai cara hal-hal yang bisa dilakukan di sini ini. Dalam kaitannya dengan umpan balik akan berarti respon yang cepat dan terukur organisasi juga di ition, seperti calon atau militer penerbangan
·         Budaya Proses terjadi dalam organisasi di mana ada atau tidak ada sedikit feedback. Orang-orang menjadi macet dengan bagaimana hal-hal yang dilakukan tidak dengan apa yang ingin dicapai.Meskipun mudah untuk mengkritik budaya ini karena terlalu berhati-hati atau terjebak dalam pita merah, mereka menghasilkan hasil yang konsisten, yang sangat ideal, misalnya, pelayanan publik.


Charles Handy (1985) mempopulerkan kerja 1972 dari Roger Harrison untuk melihat budaya yang beberapa sarjana telah digunakan untuk menghubungkan struktur organisasi dengan budaya organisasi. Dia menggambarkan empat jenis Harrison demikian:
 
·         Budaya Power yang memusatkan kekuasaaan di antara beberapa. Kontrol memancar dari pusat seperti web. Kekuasaan dan pengaruh menyebar keluar dari seorang tokoh sentral atau kelompok. Power keinginan dari orang atas dan hubungan pribadi dengan yang penting individu lebih dari setiap judul formal posisi. Power Budaya memiliki beberapa aturan dan sedikit birokrasi ; keputusan yang cepat dapat terjadi.
 
·         Dalam Budaya Peran, orang telah jelas mendelegasikan otoritas dalam struktur didefinisikan tinggi. Biasanya, organisasi-organisasi membentuk hirarki birokrasi. Power berasal dari posisi seseorang dan lingkup kecil ada untuk daya ahli. Dikendalikan oleh prosedur, deskripsi dan definisi peran otoritas. Diprediksi dan konsisten sistem dan prosedur yang sangat dihargai.

·         Sebaliknya, dalam Budaya Tugas, tim dibentuk untuk memecahkan masalah tertentu. Power berasal dari keahlian selama tim membutuhkan keahlian.Budaya ini sering menampilkan garis pelaporan ganda dari suatu struktur matrik. Itu semua pendekatan tim kecil, yang sangat terampil dan spesialis di pasar mereka sendiri pengalaman.
 
·         Sebuah Budaya Orang ada di mana semua orang percaya diri lebih unggul dari organisasi. Survival dapat menjadi sulit bagi organisasi seperti itu, karena konsep organisasi menunjukkan bahwa sekelompok orang yang berpikiran seperti mengejar tujuan organisasi.Beberapa kemitraan profesional dapat beroperasi sebagai budaya orang, karena masing-masing pasangan membawa keahlian tertentu dan klien bagi perusahaan.


Penjabaran Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif Dan Efektif
1.            Pembelajaran Aktif
Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala hal dengan menggunakan segala daya.  Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan  semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa didorong untuk  bertanggung jawab terhaap proses belajarnya sendiri.
Menurut Taslimuharrom (2008)  sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
  1. Keterlekatan pada tugas (Commitment)
  2. Tanggung jawab (Responsibility)
  3. Motivasi (Motivation)
2.            Pembelajaran Inovatif
McLeod (1989:520) mengartikan inovasi sebagai: “something newly introduced such as method or device”.  Berdasarkan takrif ini, segala aspek (metode, bahan, perangkat dan sebagainya) dipandang baru atau bersifat inovatif apabila metode dan sebagainya itu berbeda atau belum dilaksanakan oleh seorang guru meskipun semua itu bukan barang baru bagi guru lain.
Pembelajaran inovatif  dapat  menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara mengintegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut. Sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif.
Membangun pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan cara-cara yang di antaranya menampung setiap karakteristik siswa dan mengukur kemampuan/daya serap setiap siswa. Sebagian siswa ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dan keterampilan dengan menggunakan daya visual (penglihatan) dan auditory (pendengaran), sedang sebagian lainnya menyerap ilmu dan keterampilan secara kinestetik (rangsangan atau gerakan otot dan raga). Dalam hal ini, penggunaan alat/perlengkapan (tools) dan metode yang relevan dan alat bantu langsung dalam proses pembelajaran merupakan kebutuhan dalam membangun proses pembelajaran inovatif.
Selain itu, dalam menerapkan  pembelajaran yang inovatif diperlukan adanya beraneka ragam strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang studi.
3.            Pembelajaran Kreatif
            Kreatif (creative) berarti menggunakan hasil ciptaan / kreasi baru atau yang berbeda dengan sebelumnya. Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak sekedar melaksanakan dan menerapkan kurikulum. Kurikulum memang merupakan dokumen dan rencana baku, namun tetap perlu dikritisi dan dikembangkan secara kreatif. Dengan demikian, ada kreativitas pengembangan kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber bahan dan sarana untuk belajar. Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa dan tipe serta gaya belajar siswa.
4.            Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif (effective / berhasil guna) jika mencapai sasaran atau minimal mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Di samping itu, yang juga penting adalah banyaknya pengalaman dan hal baru yang  “didapat“ siswa. Guru pun diharapkan memeroleh “pengalaman baru” sebagai hasil interaksi dua arah dengan siswanya.
Untuk mengetahui keefektifan sebuah proses pembelajaran, maka pada setiap akhir pembelajaran perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi, perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian authentic yang lebih menekankan pada penilaian proses selain penilaian hasil belajar (Warta MBS UNICEF : 2006).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar